Blogger Widgets

Wednesday, February 27, 2013

Kosmetik yang eco-friendly dan pilihan menjadi cantik




Seringkali kita ditawari mbak-mbak kasir di supermarket: “mau menggunakan kantong plastik atau eco bag.” Sering juga kita lihat berbagai kemasan dilabeli: “eco-friendly” atau “no animal-testing.”  Apa perlunya gestur semacam ini dilakukan? Atau jika kita hendak bersikap skeptis, mungkinkah segala prefiks “eco” (eco-bag, eco-friendly, eco-capitalism, dst..) ini sekadar trend yang didalangi kaum pemodal, sebagai upaya membangun citra bahwa dagangan mereka juga punya nilai lebih?

Mungkin isu ekologi baru mulai populer di tahun 1960-an, namun sama tuanya dengan polutan industri petama kali dilepas ke udara (:revolusi industri), isu pelestarian lingkungan hidup pun sebenarnya sudah mulai membayangi kesadaran manusia sejak abad ke-19.  Hukum enviromentalis modern tertua yang pernah tercatat mungkin adalah British Alkali Acts di tahun 1863; yang mengatur jumlah residu polutan hydrochloric acid di udara. Dari fakta ini, bisa dibayangkan, kecemasan manusia akan kelestarian lingkungan hidup sebenarnya sudah ada bahkan sebelum Green Politics lahir menjadi salah satu ideologi modern dominan. Mungkin jauh di dalam kesadarannya, manusia menyadari bahwa ada konsekuensi besar saat kita bermain-main dengan alam di luar mekanisme naturalnya.

Isu ekologi memang sarat polemik. Mereka yang pragmatis dan cenderung berpihak pada aspek ekonomis saja, lebih sering menganggap bahwa isu ini berlebihan. Ada semacam keyakinan bahwa manusia dengan tools berupa kebudayaan memang berhak untuk  mengambil alih alam untuk kepentingan mereka sendiri. Oposisi culture versus nature pun muncul, dengan nature sebagai inferiornya culture.Yang lebih menarik, adalah berkembangnya sudut pandang lanjutan yang merelasikan hubungan antara opresi nature oleh culture, dengan opresi dalam sistem patriarkal dimana kaum pria dianggap lebih superior terhadap kaum wanita. Sudut pandang yang diberi istilah ekofeminisme ini pun lahir digawangi oleh para ekofeminis seperti Francoise d’Eaubonne, Vandana Shiva, dan Freta Gaard.

Menurut Vandana Shiva kaum perempuan memiliki koneksi khusus dengan alam, melalui suatu intraksi keseharian yang di masa patriarki modern telah dilupakan—bahkan oleh kaum perempuan itu sendiri. Shiva juga berkata bahwa “kaum perempuan adalah sumber daya yang menghasilkan kekayaan sebagai hasil partnership dengan alam, dan dengan sendirinya telah menjadi semacam ahli dalam pengetahuan ekologis dan holistis akan berbagai proses-proses alam.”

Terlepas dari perdebatan akan kebenaran klaim Shiva ini, tapi jika diperhatikan memang ada semacam kesamaan antara karakter dasar alam dengan arketipal kaum ibu dalam mitologi dan kisah-kisah masa lalu. Karakter seperti sustainabality,mengabdi tanpa batas, dan resorcefulness tampaknya memang sama-sama mendasari kompleksi kaum perempuan dan alam. Tapi kemudian mencermati karakter perempuan termutakhir, rasanya klaim ini jauh dari benar. Perempuan masa kini terseret juga dalam ramainya ambisi materialisme. Perempuan menjadi egois, berupaya membangun citra diri yang sesuai dengan kesepakatan umum (=kesepakatan kaum pemodal); berupaya menjadi cantik seperti yang dikomando oleh iklan dan slogan para pedagang. Perempuan masa kini laiknya semacam partner “culture” dalam menggerus “nature.”
Kembali mengupas demam prefiks serba “eco” yang agaknya dilakoni para pemodal sebagai strategi pemasaran. Mungkin memang benar semangat tulus ekologis telah terkomodifikasi, namun di lain pihak trend “ecofriendly” ini sesungguhnya bisa dijadikan momentum untuk menjadikan mesin kapitalis untuk mendukung isu lingkungan hidup. Kaum perempuan—yang dalam opini ini—memiliki kedekatan khusus dengan alam, baiknya berkampanye aktif untuk mendukung trend serupa.

Hal terkecil yang bisa kita lakukan adalah mengendalikan kebijakan industri dengan memilih produk yang ecofriendly. Industri kosmetik adalah salah satu industri terbesar yang dikendalikan selera kaum perempuan dalam memproduksi barang dagangannya. Jika trend yang berjalan adalah bibir berwarna merah mengkilap, maka industri kosmetik akan berlomba menghasilkan lipstik dengan efek bibir merah mengilap. Begitupun jika kebanyakan dari kita menginginkan produk yang ramah lingkungan, produsen pun akan berlomba untuk memproduksi kosmetik yang ecofriendly.



Di luar negeri trend kosmetik ecofriendly sudah berjalan cukup lama. Produk-produk seperti Aveda, Dr. Hauschka, Vichy, dan Yves Rocher hanya sekian dari banyak perusahaan yang berlomba dalam kampanye pro ekologi. Berbagai strategi kreatif pun dijalani, seperti misalnya yang dilakukan Cargo, produsen kosmetik asal AS ini menawarkan produk lipstick yang kemasannya unik dibuat dari bahan biodegradable dan juga mengandung biji tumbuhan. Jadi tak hanya menghindari limbah tak terurai, namun saat kita membuang kemasan kita juga ikut menanam pohon.  Isu ekologi dalam produksi kosmetik juga memberi keuntungan tersendiri bagi konsumennya. Selain ikut menyokong berbagai gerakan hijau, produsen kosmetik yang peduli lingkungan juga biasanya menggunakan bahan organik yang aman untuk dikonsumsi kaum perempuan. Jadi dengan membeli kosmetik eco-friendly dengan sendirinya kita membeli kualitas juga.

Sayangnya kompetisi di areal “hijau” ini tampaknya tak terlampau menjadi isu di produsen kosmetik dalam negeri. Produk impor yang ada pun kebanyakan tak menjadikan aspek “eco-friendly” sebagai nilai unggulnya. Mungkin hanya produk the Body Shop yang kentara menyuarakan kampanye hijaunya. Dengan keunggulan menggunakan green electricity dalam proses produksinya, the Body Shop menjadi merk pilihan untuk kaum perempuan yang ingin turut mendukung pelestarian lingkungan hidup. Selain gencar menyuarakan green campaign, merk yang satu ini juga memiliki keanggunan tersendiri dengan menolak memproduksi produk pemutih. Dengan alasan bahwa warna kulit bukanlah parameter kecantikan kaum perempuan, the Body Shop secara tak langsung juga mengkampanyekan nilai kecantikan yang pluralistik.

Mungkin sudah saatnya kita kaum perempuan menyadari bahwa selera kita akan nilai cantik rentan dipengaruhi strategi pasar para produsen kosmetik. Dengan memilah produk tak hanya dari kualitas barangnya saja, akan tetapi dengan memperhatikan cause apa yang didukung si merk yang hendak kita beli, setidaknya dalam aktivitas konsumsi pun kita bisa menyumbangkan sesuatu yang idealistik untuk lingkungan sekitar.

Monday, February 25, 2013

Review Fever Padmita minggu ini :)

Ada alasan kenapa guru sekolah memberikan nilai untuk, tugas, ujian, dan pekerjaan rumah, karena nilai inilah yang mengukur sejauhmana kerja keras kita patut dinilai dan dihargai. Minggu ini Padmita pun "diponten," dengan mendapat masukan dan review dari beberapa langganan dan pengunjung baru Padmita. Hasilnya.... Senang sekaligus bangga! Semoga dengan ini Padmita bisa terus mengembangkan diri menjadilebih baik!!



 

Friday, February 22, 2013

Hypnobeauty: Inception ala Dr. Dewi Yogo Pratomo

Dom Cobbs dan rekan-rekannya  terlibat dalam aksi mengejar dan dikejar, menculik dan mencuri, saling tembak, saling baku hantam, dan berkali-kali menghadapi ancaman maut. Persona penuh kharisma yang diperankan dengan sangat piawai oleh Leonardo Dicaprio ini tidak sedang berada dalam aksi melawan musuh yang nyata; jauh dari itu ia sedang berupaya menanamkan sugesti ke dalam pikiran seorang miliuner muda. Tentu saja semua ini terjadi hanya dalam skenario film Inception, yang pusat ceritanya ada pada ide penanaman gagasan ke alam subsadar seseorang. Jika hal ini bisa diaplikasikan di dunia nyata, alangkah hebatnya orang-orang dengan kemampuan seperti Dom Cobbs. Ia bisa memanipulasi dan mengatur sekehendak hati jalan pikiran siapapun yang ia mau.

Lepas dari brilliannya Christopher Nolan—si empu film—dalam mengkonsep cerita tersebut, gagasan mengenai penanaman ide atau sugesti ke alam subsadar seseorang sebenarnya adalah sesuatu yang sangat mungkin dilakukan. Hal yang paling mudah dicermati adalah sugesti yang ditanamkan para pemodal dalam beriklan dan menjajakan produk dagangan mereka. Tanpa disadari kita tergiur untuk membeli produk shampoo yang menyodorkan citra bintang berambut mengkilap dan penuh daya tarik. Tanpa disadari kita juga tergerak untuk membeli berbagai produk makanan setelah selama sekian lama dibombardir oleh citra di tv yang diatur sedemikian rupa untuk menerbitkan air liur di mulut kita.

Ide mengenai tanam gagasan sebetulnya sudah berusia setua kata hipnotis pertama kali dikenal. Definisi hipnotis sendiri tentunya cukup luas dan pastinya rentan polemik di kalangan psikoanalis sendiri. Namun secara populer hipnotis dikenal sebagai sebuah upaya untuk mempengaruhi jalan pikiran seseorang, agar mudah mengabsorbsi suatu sugesti. Pada dasarnya hipnotis dirancang agar alam bawah sadar kita terkonsentrasi pada suatu hal dan menyisihkan hal lain yang berpotensi sebaga distraksi. Hipnotis memiliki potensi besar dalam upaya menjaga kesehatan psikis dan fisik. Hipnoterapi sendiri sudah dikenal kalangan luas sebagai metode efektif untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang.

Potensi hipnotis inilah yang dilirik Dr. Dewi Yogo Pratomo, MHt., seorang hipnoterapis lulusan University of Maryland, Amerika Serikat, untuk menaikkan kepercayaan diri kaum perempuan terutama berkaitan dengan nilai kecantikan diri. Perempuan mana yang tak mau memperoleh cara mempercantik diri tanpa resiko dan efek samping? Pastinya semua perempuan ingin tampil cantik secara aman. Tapi adakah cara efektif untuk mempercantik diri tanpa resiko dan efek samping? Mungkin hypnobeautylah jawabannya.

Sejak awal peradaban, kaum hawa sudah mengupayakan berbagai cara untuk tampil cantik dan menarik, tak hanya untuk merebut perhatian lawan jenis, tapi menjadi cantik itu sendiri adalah tujuan tunggalnya. Ramuan, kosmetika, bahkan mantra-mantra adalah sedikit dari upaya perempuan di masa lalu untuk memperbaiki kualitas wajah dan tubuh mereka. Tapi menurut Dr. Dewi Yogo Pratomo, terkadang nilai cantik bukanlah yang disematkan oleh orang lain, melainkan apa yang diyakini perempuan itu sendiri.

Bicara perkara kecantikan tak melulu berkaitan dengan kualitas kulit, langsing-tidaknya tubuh, atau mengkilap-kusamnya rambut seseorang. Karena secantik apapun seorang perempuan, jika ia tak percaya diri maka ia tak akan pernah meraih kecantikan yang sejati. Menjadi cantik merupakan kualitas yang dipancarkan seorang wanita bahwa ia yakin dirinya berharga dan menarik. Melalui program hipnosa yang dilabeli Hypnobeauty, Dr. Dewi mengungkapkan bahwa keyakinan semacam ini bisa diraih perempuan manapun.

Seperti halnya Dom Cobbs menanamkan sugesti ke target insepsinya, Hypnobeauty pun dilakukan dengan cara menanamkan sugesti positif kepada kaum perempuan. Dalam hypnobeauty, target hipnosa digiring ke kondisi di mana  frekuensi otaknya berada pada gelombang Alpha dan Tetha. Setelah itu Dr. Dewi menanamkan sugesti menggunakan semacam panduan audio yang ia rekam sedemikian rupa, lengkap dengan berbagai efek suara dan musik. Dengan mendengar panduan suara ini, kita pun mengalami tahapan trance—kondisi di mana mental kita terhindar dari distraksi dan terkonsentrasi hanya kepada satu hal. Di sinilah tahap di mana alam bawah sadar kita menyimpan kode-kode tertentu, untuk nantinya secara tak sadar terurai dalam bentuk rasa yakin bahwa kita ini cantik dan menarik.



Hypnobeauty mengarah pada rasa bimbang kaum perempuan pada nilai cantik yang mereka sandang. Meskipun mungkin nilai cantik memiliki takarannya sendiri secara general, tapi seringnya kaum perempuan justru tidak terlalu bermasalah dengan takaran tersebut. Kebanyakan perempuan malah sibuk berperang secara internal dengan rasa tidak percaya diri. Puluhan juta yang dibelanjakan untuk kosmetik dan berbagai perawatan kecantikan akan menjadi tak bermakna, jika akar permasalahan kaum perempuan justru ada pada lemahnya keyakinan pada diri mereka sendiri.

Mengingat minimnya resiko yang mungkin terjadi, hypnobeauty sebetulnya metode yang layak sekali untuk dicoba. Hypnobeauty bekerja pada level dan areal yang berbeda dengan metode “pemercantik” diri yang lain. Jika kosmetik dan perawatan fisik lainnya diandaikan sebagai upaya memoles hardware, hypnobeauy bisa diandaikan sebagai metode membenahi softwarenya. Dengan hypno beauty, seorang perempuan bisa melampaui nilai cantik konvensional, hanya dengan mengorbankan sedikit waktu luang dan energi. 

Wednesday, February 20, 2013

Rangkaian produk Masker dari Freeman Beauty Lab


Menggunakan masker bukan perkara sembarangan. Salah merk atau tepatnya salah memilih kandungan yang ada di dalam masker bisa berakibat cukup fatal, karena kontak antara masker dan wajah yang cukup lama bisa langsung memberi efek kepada kondisi kulit wajah.
Untuk prosedur facial juga untuk service berupa aplikasi masker, Padmita selama ini setia menggunakan salah satu merk masker buatan Amerika, yakni Freeman Facial Mask. Konsistensi Padmita menggunakan merk ini tak lepas dari rasa puas klien yang merasa cocok dengan efek yang dihasilkan masker tersebut.
Untuk jenis kulit berminyak, Padmita menggunakan Freeman Facial Clay Mask Mint & Lemon. Kandungan lemonnya selain dapat mengatur kadar minyak di wajah juga berfungsi menyegarkan wajah yang kusam akibat minyak. Mint juga memberikan sensasi dingin dan segar pada wajah. Kombinasi clay dan bahan lain pada masker Mint & Lemon ini juga sanggup menyerap minyak, mengurangi kilap di wajah, dan juga mengecilkan pori.

Untuk kulit normal cenderung kering, atau juga bagi mereka yang berusia di atas 30 tahun, Freeman Facial Enzyme Mask adalah pilihan yang tepat. Kandungan Enzyme-exfoliatingnya dapat merevitalisasi dan mencerahkan kulit yang kering dan kusam. Ekstrak nanas dan AHA juga menyegarkan dan menutrisi kulit agar lemba dan kenyal.
Padmita juga menggunakan Freeman Facial Goji Berry Hydration Mask untuk mereka yang berkulit kering dan butuh hidrasi berlebih. Selain mengandung ekstrak goji berry yang berfungsi sebagai antioksidan, masker ini juga diperkaya kandungan chammomile untuk meredakan stress pada kulit yang cukup kering.

Ketiga masker produksi Freeman ini telah dipercaya oleh klien setia Padmita sebagai salah satu produk perawatan wajah yang memberi efek memuaskan. Padmita, dengan keyakinan bahwa kepuasan klien juga disokong oleh pilihan produk perawatan yang tepat, telah melibatkan ketiga produk sejak awal dibukanya Padmita hingga kini.


Saturday, February 16, 2013

Bedak dingin: Warisan tradisi masa lalu


Masker kecantikan dikenal sebagai salah satu metode perawatan kecantikan yang berusia cukup tua. Nyaris setiap kebudayaan di dunia ternyata memiliki tradisi pengaplikasian masker—yang diartikan sebagai adonan berisi aneka bahan dan rempah—dengan tujuan merawat kecantikan. Di nusantara sendiri, masker, yang dalam istilah tradisional bangsa kita dikenal dengan dengan sebutan bedak dingin, ternyata tak hanya digunakan di kalangan perempuan jawa saja, namun juga di nyaris seluruh pelosok negeri, mulai dari minangkabau hingga maluku. Diperkirakan diadopsi dari kebiasaan kaum perempuan India, ramuan awal bedak dingin adalah campuran bubuk gandum dan air mawar. Saat ini bedak dingin tradisional masih memiliki ramuan yang tak jauh berbeda. Perbedaan yang paling kentara adalah digantinya bahan gandum dengan beras.

Untuk mendapatkan efek terbaik bagi berbagai jenis kulit wajah, bahan bedak dingin dikombinasikan dengan aneka bahan alami lainnya. Untuk mengurangi kerutan dan flek hitam, selain dicampur air mawar, adonan juga dicampur dengan sari pinang muda seberat 3-5 gram untuk setiap satu kilogram beras. Pinang yang kaya asam galat dipercaya dapat berfungsi sebagai tabir surya. Pinang juga kaya polifenol, zat yang berfungsi sebagai antioksidan tubuh.

Bedak dingin juga bisa dimanfaatkan sebagai anti jerawat dengan menambahkan temulawak, pegagan, dan daun ketepeng ke dalam bahan intinya. Temulawak berfungsi untuk mengurangi sebum, melancarkan peredaran darah, dan membantu menyembuhkan infeksi; Pegagan dipercaya berkhasiat sebagai anti selulit dan juga memperlancar peredaran darah perifer; Sedang daun ketepeng dapat dijadikan anti kuman dan anti jamur.

Untuk mereka yang memiliki jenis kulit berminyak, adonan bedak dingin bisa dicampur dengan perasan jeruk peras untuk mengurangi kadar minyak sekaligus menjaga kelembaban kulit. Vitamin c di dalam jeruk juga berkhasiat mencerahkan kulit wajah.

Bedak dingin juga berkhasiat mengobati biang keringat jika ditambahkan biji Waron/ kasturi. rempah tradisional yang satu ini diyakini dapat meredakan ruam pada kulit, mengobati peradangan, dan menghaluskan permukaan kulit yang tidak rata. Seperti misalnya diakibatkan bekas jerawat.
Karakter bedak dingin tradisional yang cukup dikenal umum adalah wanginya yang khas. Wewangian yang diperoleh dari bahan alami ini biasanya didapat dari ekstrak berbagai jenis bunga seperti mawar, melati, dan kenanga. Selain itu bagi yang menyukai aroma yang lebih kuat, bahan seperti akar wangi (Andropogon zizaniodes) dan batang cendana bisa juga menjadi pilihan. Yang pasti penggunaan parfum alami dari bahan organik ini tak akan mengakibatkan alergi, bahkan pada kulit sensitif sekalipun.

Sama halnya seperti makanan yang dikonsumsi tubuh, kulit pun perlu menghindari penggunaan kosmetik dan produk perawatan yang berbahan dasar anorganis (kimiawi). Membiasakan diri menggunakan bedak dingin secara rutin adalah metode perawatan kulit wajah yang ideal. Meskipun efek yang diharapkan tidak instan layaknya pengaplikasian produk modern, namun scara perlahan, bedak dingin akan memberikan hasil yang memuaskan dengan resiko yang minim.

Padmita House of Beauty, dengan didasari semangat untuk melanjutkan legacy tradisi kecantikan nenek moyang, juga berkeinginan untuk menggali resep dari masa lalu ini. Dengan penggunaan bahan yang alami dan tanpa bahan pengawet, bedak dingin Padmita tak hanya bertujuan untuk memberi efek perawatan yang memuaskan, tetapi juga membagi semacam pengalaman lintas zaman. Pengalaman para perempuan di masa lalu, yang memaknai kecantikan sebagai konsekuensi bersinergi dengan alam, alih-alih terbujuk slogan produsen kosmetik terkemuka, yang menjanjikan kecantikan instan dan permukaan.

Thursday, February 14, 2013

Hari Valentine: Consumer-driven holiday?

Setiap tahun, di tanggal 14 februari, mall dan pertokoan dipenuhi pernak-pernik berwarna pink, lengkap dengan ornamentasi berbentuk jantung hati. Semua hingar bingar merah muda ini merupakan penanda hari valentine telah tiba. Valentine pada hakikatnya adalah sebuah signifikansi kultural akan sebuah peristiwa bersejarah. Dan seperti juga peristiwa bersejarah lainnya, valentine mengandung makna tersendiri; sebuah kebijaksanaan yang dipetik dari kejadian yang melandasinya. Tapi “makna” bukanlah penanda yang ajeg. Meskipun catatan sejarahnya tak berubah, tapi makna yang menyertainya tak pernah sama.

Sudah bukan hal yang aneh untuk mendengar perdebatan panjang mengenai makna valentine. Mulai dari pihak ultra konservatif, hingga para nasionalis yang cenderung “alergi” pada berbagai produk budaya barat, sepakat bahwa hari valentine tak bermakna khusus, atau bahkan bermakna negatif. Padahal ditinjau dari sejarahnya, hari valentine mengandung banyak nilai luhur, seperti pengorbanan, keberanian, keteguhan hati, dan (pastinya) kasih sayang. Valentine sebenarnya merupakan perayaan liturgikal didedikasikan kepada Santo Valentinus, yang hidup di Roma pada abad ke-3 M. Santo Valentinus menentang kebijakan kekaisaran Roma dengan memberikan sakramen pernikahan bagi para tentara muda Roma. Padahal saat itu penguasa Roma melarang tentara muda untuk menikah, apalagi di bawah nama kristus. Perbuatan Valentinus menyeretnya ke penjara hingga pada akhirnya ia dihukum mati. Legenda menyebut sebelum hukuman matinya, Santo Valentinus menulis sebuah “kartu valentine” untuk puteri penjaga penjara—di mana Valentinus telah jatuh hati kepadanya.

Saat ini, hari yang semestinya dirayakan untuk memperingati pengorbanan Santo Valentinus ini justru dirayakan di ruang-ruang komersil seperti mall, pertokoan, bioskop, galeri, dsb. Dengan didominasi interior berwarna pink, pita-pita, dan juga berbagai aksesori berbentuk hati; makna valentine bergeser menjadi semacam ornamen kebudayaan yang dirayakan semata ajang berbelanja saja. Makna kasih-sayang pun berubah, ketika pembuktiannya ditandai dengan sekadar berbelanja barang-barang bertajuk “valentine goods” untuk orang yang dikasihi. Di Amerika Serikat—negera dengan angka konsumsi tertinggi di dunia—setiap kali valentine dirayakan, warganya menghabiskan uang untuk membeli 180 juta tangkai bunga mawar, 36 juta  kotak cokelat, dan pernak-pernik valentine senilai 14 milyar dollar (berdasarkan data yang disebut History Channel). Valentine memang peluang emas untuk bagi para kapitalis jeli. Jutaan manusia tak ragu membelanjakan uang untuk membeli berbagai barang—yang dalam logika kontemporer, adalah benda yang semestinya diberikan pada yang terkasih di hari kasih-sayang. Lantas benarkah klau hari valentine adalah sebuah festival yang dangkal makna?

Kalau dicermati lebih jauh, gejala demam belanja seperti ini tak hanya terjadi pada hari valentine saja. Saat Idul fitri, mall dan pertokoan memasang bentuk ketupat dan warna hjau sebagai ornamen toko. Bebagai diskon dan rayuan konsumerisme tersebar di setiap sudut ruang publik. Idul fitri pun berubah menjadi “lebaran,” seperti halnya momen penyucian bergeser maknanya menjadi momen mudik dan “beli baju baru”. Dilihat dari sisi ini, valentine pun sebenarnya ada di posisi yang sama dengan festivity days yang lain, mereka adalah korban eksploitasi strategi pasar.

Kita hidup di zaman di mana kekayaan tersimpan lebih banyak di sistem finansial dari pada di lahan ekonomi yang real. Kita hidup di zaman di mana kata “to consume” bergeser dari arti “to destroy, to waste up, to exhaust,” menjadi “to resonate pleasure, enjoyment, and freedom.” Tanpa kita sadari ada enjoyment dalam aktivitas konsumsi, dan para pemodal kontemporerlah yang menyadari hal ini. Alih-alih menjual dengan menonjolkan aspek fungsional dan nilai konkret suatu barang, pedagang kontemporer justru gencar menjual imaji akan tingginya nilai barang jualan mereka. Valentine adalah ajang menebar imaji akan nilai kasih-sayang, dan peluang inilah yang dimanfaatkan para penjual untuk marking up barang dagangan mereka.

Jadi pada dasarnya bukan nilai yang terkandung dalam hari valentine yang sarat masalah. Jika kita mau jujur mengakui, banyak momen perayaan yang kita salah artikan sebagai ajang menghamburkan uang semata. Ada baiknya jika setiap cultural signification akan sebuah hari kita telaah dari berbagai sisi. Mengambil hikmah dari sebuah kejadian adalah sikap yang paling baik untuk turut merayakan sesuatu. Saat valentine tiba, mungkin lebih baik kalau kita melakukan sesuatu yang sangat bermakna bagi orang yang dikasihi, tanpa harus menceburkan diri dalam rawa consumer-fever.

Tuesday, February 12, 2013

Beauty is—not—In the eye of the Beholders

“Beauty is in the eye of the Beholders” merupakan pernyataan aksiomatis.  Wajar saja dianggap demikian mengingat gamut makna kecantikan yang nyaris tanpa batas. Kata “cantik” atau “indah” memang tidak hadir dengan sendirinya terkandung dalam suatu objek, melainkan disematkan oleh manusia penikmatnya. Adapun begitu, dimensi persepsi manusia bukanlah sesuatu yang mandiri-ada dengan sendirinya, melainkan dibangun secara berjamaah dalam kerangka kebudayaan. Karenanya nilai subjektif akan kecantikan pada dasarnya adalah sesuatu yang disetujui secara massal, meskipun dalam praktiknya tampak relatif dan idiosinkratik.

Jika konsepsi akan kecantikan demikian elastisnya, kita tentu berharap adanya sebuah nilai “sejati” akan makna kecantikan, satu titik tolak di mana perdebatan antar sudut pandang ter-redam oleh satu basis yang tak terperdebatkan lagi. Sejauh manusia menggali sejarah dirinya, kita akan selalu sampai di dasar kesadaran yang paling tua, sebuah tata nilai archaic yang belum “ternoda” oleh mekanisme kultur dan semangat komunal dalam satu suara sepakat. Nilai tersebut adalah nilai “natural” yang strukturnya hadir jauh sebelum manusia memiliki dimensi persepsi atau kesadaran.

Evolutionary psychology telah menelaah bahwa nilai cantik dibangun dari dua arah. Tak hanya ciri fisik bawaan kita yang dibentuk secara perlahan oleh kebudayaan sedari nenek moyang kita mulai aktif membangun peradaban, namun sikap dan preferensi kita akan nilai cantik juga dibentuk oleh proses seleksi alam. "Cantik” adalah sebuah daya tarik, suatu appeal yang menjadi magnet bagi para perseptor untuk lebih memilih objek yang bernilai cantik ketimbang yang tak cantik. Daya tarik ini hadir di masa archaic sebagai daya tarik fungsional, di mana individu tertentu tampak memiliki appeal lebih besar dari pada yang lainnya. Contoh paling mudah adalah bagaimana perempuan dengan pinggul besar, cenderung lebih appealing daripada mereka yang berpinggul kecil, hal ini dikarenakan perempuan berpinggul besar lebih subur dan mudah bersalin. Karakter dasar ini--seperti juga karakter simetrisnya wajah, youthfullness, kesegaran kulit, proporsi tubuh, dsb--merupakan takaran yang menyeleksi nilai “cantik” dan “tak cantik”. Karenanya meski setiap kebudayaan membentuk nilai cantiknya sendiri-sendiri, ada semacam garis merah yang membungkus makna kecantikan pada satu takaran yang sama.

Wajah sebagai unsur yang memikat subjek lain, memiliki takaran  subjektif ketika dipertanyakan nilai cantiknya: apakah cantik itu berhidung mancung atau mungil; berbibir tipis atau tebal; berkulit gelap atau terang, dsb. Sebetulnya hal ini bisa dilaah pula melalui evolutionary psychology, di mana ditemukan bahwa kaum laki-laki lebih memilih perempuan dengan level estrogen tinggi. Hal ini dikarenakan perempuan yang memproduksi banyak hormon estrogen cenderung lebih subur dan mudah melahirkan (suatu alasan mekanis pertahanan spesies). Perempuan menghasilkan hormon estrogen dalam jumlah besar di usia muda mereka. Karenanya tanpa disadari kita senantiasa mengkaitkan kecantikan dengan youthfullness/kemudaan. Dari fakta ini ditemukan kesimpulan bahwa nilai kecantikan wajah yang paling general (=diakui semua kebudayaan) sebenarnya adalah wajah yang muda, yang meliputi karakter: segar, kencang,bersih dan sehat.

Mengacu dari semua fakta tersebut, kita setidaknya dapat menyimpulkan bahwa makna kecantikan yang objektif sesungguhnya bisa diraih semua orang dengan cukup mudah. Memiliki fisik cantik tak perlu harus merubah struktur wajah dengan operasi, atau menambah dan mengurangi massa badan dengan ekstrim, atau juga merubah warna kulit menjadi cerah. Meraih kecantikan yang sejati (=alami) bisa diraih dengan menjaga kemudaan kulit wajah atau  menjaga proporsi massa tubuh secara sehat. Di luar segala jenis perawatan secara fisik ini, kita juga bisa meraih kecantikan sejati dengan memelihara kepercayaan diri. Orang yang memiliki kepercayaan diri tinggi biasanya berkepribadian terbuka, ramah, dan optimis. Dengan segala bekal yang cukup sederhana ini, setiap orang bisa meraih kecantikan sejatinya masing-masing.

Thursday, February 7, 2013

Aplikasi Serum dan Totok Wajah di Padmita HoB


Menjadi vegetarian: pros and cons


Vegetarianisme saat ini sudah tak lagi menjadi praktik yang aneh terutama di tengah kehidupan urban. Masyarakat perkotaan yang kian menyadari arti penting kesehatan, secara tak langsung telah mengangkat pamor veg lifestyle menjadi semacam trend. Tapi logika vege=sehat (baca: vege sama dengan sehat), kemudian ditantang oleh pertanyaan mendasar tentang hakikat diet manusia yang alami; apakah manusia omnifora sejati? Jika demikian maka tentunya menjadi veg justru dikuatirkan akan berbuntut masalah kesehatan.

Sebenarnya menjadi vegetarian sama halnya dengan berbagai lifstyle lainnya memiliki advantage  dan limitation tersendiri. Penulis sendiri pernah berkenalan dengan seorang vegan—strict vegetarian yang menghindari sama sekali produk hewani (termasuk susu, telur, dan madu)--yang memulai diet vegan sedari ia masih berumur 9 tahun. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: apakah pertumbuhan seorang anak justru akan terhambat dengan pola makan non-daging? Tapi bukti nyata yang terpampang di hadapan saya adalah seorang perempuan muda yang sehat dengan tinggi badan di atas rata-rata, berkulit kencang dan halus, dan wajah penuh binar semangat dan energi. Hmm.. kalau begitu veg lifestyle rasanya layak dilirik menjadi pilihan diet yang menguntungkan.

Mengenai  “untung-rugi,” pada dasarnya seorang vegetarian mengambil manfaat sekaligus menerima efek merugikan dari apa yang dikonsumsi dan apa yang dihindari dalam pola makan non-daging. Menjadi veg berarti mengkonsumsi sebanyak mungkin sayuran dan buah-buahan, yang berujung pada asupan fiber, vitamin c, karotinoid, asam folic, dan lemak tak jenuh dalam jumlah yang sangat menyehatkan. Menjadi vegetarian juga memiliki arti menghindari daging, yang berujung pada terhindarnya asupan vitamin B-12, vitamin D, omega-3 dan kecukupan konsumsi zat besi.

Konsumsi serat dan vitamin c  sebanyak mungkin memiliki keuntungan tak hanya berupa pencernaan yang sehat dan tubuh yang terhindar dari resiko penyakit jantung dan diabetes, namun juga tubuh yang langsing dan kulit yang cerah dan sehat. Karotinoid cukup dikenal sebagai zat anti kanker juga peluruh lemak dalam darah. Namun tak banyak yang mengetahui bahwa karotinoid juga memiliki manfaat untuk mengurangi efek kerusakan sel kulit akibat terpapar sinar matahari. Asam folic adalah zat penting yang membantu perkembangan sel neural manusia. Seorang ibu hamil yang mengkonsumsi cukup asam folic akan menghindarkan bayinya dari resiko kelainan otak dan juga kanker usus. lemak tak jenuh—meskipun sama berasal dari “keluarga” lemak—tidak memiliki resiko yang dimiliki saudaranya: lemak tak jenuh. Zat yang dikenal juga sebagi lemak nabati ini bertanggung jawab pada proses absorpsi vitamin dan nutrisi dalam tubuh dan mengatur tekanan darah secara ideal.

Lalu bagaimana menyiasati tercukupinya asupan zat-zat yang terhindarkan saat menjalani diet vegetarian? Vitamin B-12 adalah zat penting yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Sayangnya vitamin ini tak bisa didapat dari makanan vegetarianis. Satu-satunya cara para vege untuk mencukupi kebutuhan vitamin B-12, adalah dengan mengkonsumsi suplemen buatan dari sumber non-daging. Biasanya vitamin B-12 bisa didapat dari produk susu kedelai dalam kemasan. Untuk asupan vitamin D—yang diperlukan dalam absorbsi kalsium—kita dapat mengganti produk susu dan daging dengan membiarkan tubuh bermandikan sinar matahari, atau bisa juga didapat dari suplemen vitamin D yang didapat dari sumber non-daging. Dalam mencukupi kebutuhan omega 3—yang sumber utamanya didapat dari ikan—seorang vege dapat mengkonsumsi banyak-banyak minyak Canola dan Walnuts, atau juga memakan produk yang mengandung ganggang. Nah, untuk konsumsi zat besi, sebenarnya ada banyak suplemen penambah darah yang bisa dijadikan jalan keluar bagi para vege. Selain itu banyak-banyak makan sayuran hijau seperti bayam, bisa juga menjadi strategi pilihan.

Jadi pada dasarnya menjadi vegetarian memiliki resiko kecil yang bisa disiasati agar kita memiliki kesehatan ideal. Selain keuntungan fisikal berupa badan yang sehat, menjadi vege juga memiliki nilai tambah secara spiritual. Menghindari produk daging berarti kita menghindari mengambil nyawa binatang ternak. Selain itu, kita juga dapat menghindarkan hewan dari cengkeraman sistem peternakan yang sungguh tidak manusiawi. Dimulai dari menghargai kehidupan hewan ternak ini, saya yakin kemampuan kita untuk menghargai kehidupan secara utuh akan menjadi lebih terasah. Di luar itu, membiasakan diri hanya mengkonsumsi makanan tertentu sedikit banyak akan melatih disiplin dan kontrol diri. Jadi tunggu apa lagi, mari mulai melatih diri menjadi vegetarian!

Perempuan Generasi 3.0


Pernah nonton Sex and The City?Tau Carrie Bradshaw dong ya? Yankees perempuan yang sexy, cantik, cerdas, mapan dan selalu percaya diri dengan “kediriannya”. Seorang kolumnis, editor majalah mode ternama, trend setter mode di New York. Perempuan dengan ciri “having it all” pada masanya.

Saya mengikuti frasa persahabatan kelompok perempuan ini dari mereka umur 30 tahun, hingga session terakhir Samantha menghadapi problem pre-menopouse. Di saat yang sama sahabatnya sedang asik-asiknya mengalami fase motherhood membesarkan anak-anak mereka yang tumbuh remaja.
Kisah Carrie, Samantha, Miranda dan Charlotte ini hanya sedikit symbol, penanda munculnya perempuan “generasi ketiga”. Yang tidak lagi bicara masalah kesetaraan, problem genital dan kesehatan reproduksi perempuan, seperti pendahulu mereka aktivis-aktivis feminis radikal modern.

James Wolcott seorang pengamat budaya popular di Amerika Serikat, menggunakan istilah “postfeminist chicklit” untuk fenomena ini. Ini adalah reaksi pada beberapa generasi feminis yang berdebat di antara mereka sendiri tentang definisi feminisme, tentang nature vs nurture, dan pria jahat vs patriarki jahat. Perempuan-perempuan posfeminis ini adalah mereka yang memproklamirkan keperempuanan mereka, merayakan kesukariaan mereka, dan terbuka dengan definisi-definisi pakar, dan asumsi masyarakat.
Perempuan generasi ketiga, adalah mereka yang secara nyata memproklamirkan hidupnya untuk karir dan karya, yang bertolak belakang dengan cita-cita politik feminis radikal era sebelumnya, dan memandang feminisme sebagai anakronisme.Mungkin karena gerakan ini muncul, setelah perempuan mencapai kesetaraan hingga tidak perlu lagi ada gerakan protes. Satu hal lagi, gerakan posfeminisme ini seolah menegaskan bahwa tidak ada lagi ada dikotomi paradox tentang peran ganda perempuan sebagai manusia bergagasan dan peran naturalnya sebagai seorang ibu.Tentang dunia privat dan dunia publik, dimana keinginan menapak dan meperluas jejaring karirnya tidak perlu lagi menegasikan keinginannya membangun keluarga. Ini yang juga memicu munculnya “gerakan laki-laki baru”, banyaknya bermunculan “bapak rumah tangga”. Sebagai factor penyokong fenomena posfeminisme.

Banyak yang menganggap bahwa posfeminisme adalah gerakan antifeminis, feminisme “tanpa perempuan”, backlash dan reaksi buruk dari gerakan radikal feminis gelombang kedua. Betulkah begitu?
Menurut saya, meski di tanah air gerakan feminisme ini masih kelihatan “malu-malu”. Namun ini tidak semata menjadi kematian gerakan perempuan. Bisa jadi upaya dari penggabungan simultan, revisi, dan depolitisasi dari banyak tujuan utama gerakan perempuan gelombang kedua. Di sinilah posfeminisme mengalami pergeseran konseptual dari paham terdahulu, dari debat sekitar persamaan dan kesetaraan ke debat yang difokuskan pada “perbedaan”.

Di dalam prosesnya, posfeminis memfasilitasi konsepsi pluralistik, yang berbasis luas perihal penerapan feminisme, dan memusatkan perhatiannya pada tuntutan dari budaya yang dimarjinalkan, diaspora, dan yang terkoloni, bagi suatu feminisme nonhegemonik yang mampu memberikan suaranya pada feminisme lokal, pribumi, dan poskolonial.
Artinya meski banyak pendapat mengatakan ini cita-cita yang utopis, ada harapan yang tumbuh di luar konteks perdebatan sengit antara aktivis feminis itu sendiri. Harapan mengenai munculnya dunia perempuan yang semakin egaliter dan punya cirinya sendiri. Tidak harus melulu menuntut kesetaraan, tapi berdiri dengan identitasnya sendiri sebagai manusia yang memiliki sumbangsih utk lingkungan sekitarnya.

Sex and The City seolah membuka mata saya, bahwa bahkan di belahan dunia dengan tuntutan modernitas tinggi, nature of motherhood pun masih sesuatu yang dirindukan. Dan tidak perlu dibasmi dengan radikal. Hingga satu saat isu perempuan ini jadi seperti mitos dan dongeng, bagi manusia-manusia yang “sudah” egaliter.

Khasiat Kunyit Asam bisa dinikmati di Padmita

Kunyit, tumbuhan umbi berwarna kuning ini adalah satu dari sekian tanaman yang mengandung mengandung curcuminoid, zat anti oksidan. 
Sejak dahulu, kunyit terbukti efektif menghaluskan kulit, mengurangi bau badan, melangsingkan tubuh, dan memperlancar haid. Lain kunyit, lain pula asam. Selain baik untuk memperlancar buang air besar, asam juga berkhasiat memberi kebugaran pada tubuh, selain itu asam juga dapat menghilangkan keputihan bagi para wanita. 
Kedua tumbuhan penuh khasiat ini saat digabungkan bisa menjadi ramuan alternatif bagi kaum perempuan. Campuran kunyit dan asam dapat menjaga kekencangan dan kehalusan kulit, memperlancar haid, mengurangi nyeri haid, memperbaiki pencernaan dan metabolisme tubuh. Mengurangi bau badan, melangsingkan tubuh, serta mampu menurunkan kolesterol, dan baik untuk menjaga fungsi hati (lever).
Kini khasiat kunyit dan asam bisa didapat di Padmita House of Beauty. Sembari mendapatkan terapi kecantikan dari beautician Padmita, anda bisa menikmati kesegaran sari kunyit asam yang segar, asli tanpa pengawet!!

Wednesday, February 6, 2013

Padmita's daily tips to natural beauty #1

Sekali seminggu gunakan madu alami sebagai masker wajah, agar kulit kian halus dan porinya semakin bersih. Madu adalah anti bakteri alami, gunakan raw honey (madu yg masih kasar) untuk hasil terbaik. Raw honey biasanya memiliki tekstur mirip gula dan tidak menetes layaknya madu kebanyakan....

Tuesday, February 5, 2013